Senin, 08 Juli 2013

Korelasi Kependudukan dan Kependidikan dalam Pembangunan Negeri

Isu politik memang wahana yang paling memikat awak media saat ini. Ditambah pesta demokrasi akbar sebentar lagi dihelat. Ini salah satu yang membuat pemberitaan dilini politik begitu menjual. Hal ini membuat isu kependudukan kian tak terlihat lagi. Sudah beberapa tahun ini media tidak menyajikan liputan yang membahas permasalahan-permasalahan kependudukan. Padahal salah satu penyebab hal-hal negatif yang marak terjadi tidak lain dikarenakan kependudukan yang semakin tidak terkendali. Data dari Badan Pusat Statistik dalam sensus penduduk 2010 menyebutkan penduduk Indonesia saat ini berjumlah 237.641.326 jiwa, dimana angka pertumbuhan sebesar 3,5 juta jiwa setiap tahunnya. Dengan jumlah penduduk yang sebanyak ini, ternyata tidak diikuti oleh tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Data yang didapatkan yang juga dari BPS pada satu tahun terakhir mununjukan ada sekitar 28.594.600 jiwa penduduk Indonesia dibawah garis kemiskinan. Sungguh sangat mengejutkan. Didalam gemerlap pesta rakyat yang sering dilakukan pemerintah, masih ada yang tidak bisa makan, bahkan bertahan hidup pun sulit. Ketika coba dipersentasikan, ada sekitar 12% penduduk Indonesia saat ini masih berada dibawah garis kemiskinan.
            Dampak dari lonjakan penduduk ini juga memiliki korelasi terhadap dunia pendidikan. Tidak lebih dari setengah jumlah penduduk yang berpendidikan tinggi. Bahkan sekitar 20% penduduk Indonesia masih buta aksara. Tidak hanya penduduk yang buta aksara, penduduk yang berpendidikan hanya sebatas sekolah dasar juga sedikit menyulut perhatian. Badan Pusat Statistik mencatat ada sekitar 60% penduduk Indonesia hanya sampai sekolah dasar bahkan lebih rendah. Dengan data tersebut, sudah bisa diinterpretasikan bahwa kualitas individu di Indonesia masih sangat minim. Perbaikan kualitas manusia hanya bisa dilakukan melalui pendidikan. Baik formal maupun nonformal. Hal ini menegaskan bahwa pendidikan dan pendudukan memang sangat berkaitan. Semakin baik pendidikan akan semakin baik pula kualitas penduduk, atau dalam hal ini masyarakat Indonesia.
            Permasalahan mengenai kependudukan memang sangat kompleks dan luas. Tidak cukup satu atau dua halaman jika mau mencakup segala aspek kependudukan. Mulai dari Pengangguran, kemiskinan, tingkat kriminalitas, kepadatan penduduk yang tidak merata, angka kesejahteraan penduduk dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, didalam tulisan ini, penulis hanya akan mengelaborasi beberapa permasalahan kependudukan, yakni; kualitas pendidikan dengan penduduk (sumber daya manusia) yang tidak berimbang, dampak pemahaman pendidikan terhadap keadaan ekonomi penduduk dan solusi yang ditawarkan agar masalah yang timbul dapat teratasi. Paling tidak, mengurangi permasalahan yang muncul.
            Pendidikan menentukan kualitas penduduk. Kepada harian Sumatra Ekspress, Kepala dinas pendidikan Sumatra Selatan juga mengatakan “Kita sadari bersama, guru salah satu penunjang serta tokoh ilmu yang harus mencerdaskan anak didiknya”. Dari penyataan ini, beliau menegaskan bahwa pentingnya pendidikan dalam membantu pembangunan Negara kearah yang lebih maju. Disisi lain, pendidikan yang ada saat ini belum begitu seimbang antara lulusan SD dan Perguruan Tinggi sangat berbeda jauh. Dari data yang coba ditemukan, indikator pendidikan satu tahun terakhir adalah sebagai berikut:

Pendidikan dasar  92.42 | pendidikan SMP 70.81 | pendidikan SMA 51.68 |
Perguruan tinggi 13.54. (BPS 2012).
Indikator Pendidikan = 7 : 5,3 : 3 : 1

Perbandingan ini sangat jauh antar kelasnya. Penduduk yang tamat pada jenjang sekolah dasar sangat tinggi dan jauh dari penduduk yang berpendidikan tinggi. Namun indikator ini tidak mutlak menentukan suatu kualitas penduduk secara keseluruhan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui rasio kualitas dengan pendidikan berdasarkan strata (level). Hal ini juga bisa dijadikan landasan awal jika mau mengukur sejauh mana pendidikan mempengaruhi kependudukan (masyarakat).
            Selanjutnya adalah sikap mindset masyarakat yang terkadang salah pada saat menghadapi kesulitan. Banyak penduduk yang berbondong-bondong pindah ke kota atau melakukan urbanisasi hanya karena tergoda dengan segelintir uang yang dibawa temannya pulang kampung. Seakan kehidupan dikota lebih enak dan lebih baik dibandingkan kehidupan didesa. Terutama peran media yang terlalu mencitrakan kota sedemikian indahnya. Padahal hidup dimana saja sebenarnya sama, tergantung potensi yang ada didalam lingkungan tersebut. Memang untuk akses kemudahan informasi dan layanan pemerintah terkadang lebih memprioritaskan penduduk yang berada di kota, namun penduduk desa yang mapan dalam hal pendidikan, pasti memiliki konsep atau gagasan agar desa yang dia tempati dapat berswasembada. Maka dari itu, kembali lagi bahwa pendidikan juga sangat penting untuk meluruskan mindset atau paradigma masyarakat yang sudah jauh berbelok. Sarjana dan cedikiawan-cendikiawan yang berasal dari desa hendaknya jangan melupakan tempat dimana dia dilahirkan. Bangun desa agar lebih maju dan berkembang.
            Setelah membahas beberapa permasalahan yang timbul, beberapa solusi dapat di jadikan masukan agar kendala yang timbul dapat teratasi. Pertama, memanfaatkan segenap penduduk desa yang berpendidikan tinggi. Terutama yang memang berkapasitas unggul dengan titel yang dia miliki. Menghimpun pada cendikiawan-cendikiawan desa yang memiliki karakter negarawan, memiliki ketulusan dalam membangun, dan ketika terkumpul maka pikirkan potensi desa dan bagaimana memaksimalkannya agar dapat membantu perekonomian masyarakat desa. Terutama pemanfaatan penduduk usia produktifnya. Hal ini membantu para penduduk untuk mengetahui sumber rejekinya dan bahu-membahu menciptakan kondisi yang produktif dan positif agar desa menjadi desa yang mandiri. Metode ini tentu membutuhkan para alumni yang berkomitmen untuk negaranya. Bangun sebuah LSM yang memiliki satu frame berpikir yang sama tentang desa. Setelah ini terbentuk, yang kedua adalah menanamkan pemahaman dan pola pikir masyarakat agar lebih peka terhadap permasalahan kependudukan dan sebagainya. Hal ini dapat membantu menekan angka pernikahan diusia muda dan jarak umur antar anak juga dapat di sisipkan pemahamannya. Organisasi ini juga mencerdaskan masyarakat dengan tidak langsung. Jika hal ini sudah terlaksanakan, bukan tidak mungkin kita dapat mentransformasi suatu tatanan masyarakat yang berkarakter (social budaya dan agama), peduli pendidikan, serta keluarga ramah anak dan lingkungan. Jika sudah seperti ini, bukan tidak mungkin Indonesia kembali menjadi macan asia. Memegang kunci peradaban dunia. Seperti yang dikatakan bapak Kepala Lembaga Demokrasi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, bapak Sonny Harry B Harmadi Kita akan menjadi bangsa yang jauh lebih hebat jika mampu mengelola penduduk dengan baik dan sungguh-sungguh.” Intinya adalah seberapa besar komitmen para pemimpin bangsa ini dalam bersungguh-sungguh membangun bangsa, begitupun para generasi penerus yang nantinya akan menggantikan mereka diatas sana.

Dengan berbagai gagasan dan ide diatas dapat kita simpulkan bahwa, permasalahan kependudukan tidak lepas juga dari permasalahan pendidikan. Sumber daya manusia yang banyak akan tetapi kurang memiliki kemampuan dan kualitas hanya seperti buih di lautan. Oleh sebab itu pola pikir yang saat ini berkembang dimasyarakat harus segera di tanggulangi dan direkonstruksi kembali. Selanjutnya, solusi yang coba disajikan yakni pemanfaatan para pemuda yang memiliki kapasitas yang baik dan berjiwa seorang negarawan yang siap berkontribusi untuk Indonesia. []


Harry Utama Putra
Essay Kependudukan Bkkbn

0 komentar:

Posting Komentar